Sungguh sangat memprihatinkan, pemandangan sejumlah kaum muslimin yang asyik menyulut rokok di serambi masjid. Padahal, biasanya hal-hal yang berbau asap, hanya di jumpai di tempat-tempat kotor (pembuangan sampah) dan polusi, seperti di terminal, jalanan atau tempat lainnya yang sejenis.
Bahkan orang-orang yang telah ditokohkan oleh masyarakat tidak lepas dari kebiasaan “membakar diri” ini. Tidak mengherankan bila rokok menjadi sesuatu yang gampang dicari, barangnya maupun penggemarnya. Bahkan kegemaran merokok ini pun terbawa saat menunaikan ibadah haji, sehingga menjadi melekat pada jama’ah haji Indonesia. Karena memang, ada saja jama’ah haji Indonesia yang nekad menyulut rokok di dekat pintu keluar Masjidil Haram. Maka pantas saja, dalam salah satu selebaran yang dibagikan cuma-cuma di sana, memuat pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan oleh jama’ah haji Indonesia, di antaranya adalah merokok. Sungguh sangat memprihatinkan sekali.
ALLAH subhanahuwata’ala MEMERINTAHKAN KITA AGAR MENGKONSUMSI YANG BAIK-BAIK
Demikianlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang ditujukan kepada para rasul-Nya dan kaum mukminin. Satu perintah yang
sudah pasti bersumber dari rahmat dan kasih Allah Subhanhu wa Ta’ala kepada
para hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
قال الله تعالى : ﴿ يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ﴾ ] سورة المؤمنون: 51[
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” [Al-Mukminun : 51]
Syaikh Abdur-Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, salah satu
kandungan ayat diatas menyatakan, bahwa para rasul secara keseluruhan sepakat
membolehkan makanan-makanan yang baik-baik dan mengharamkan barang-barang yang
buruk.[1]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
قال الله تعالى : ﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن
طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا للهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴾ [ سورة
النور: 60 ]
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada
Allah kamu menyembah”
[Al-Baqarah : 172]
Sebagaimana kita ketahui, makanan yang thayyib (baik) sangat menunjang kesehatan jasmani dan ruhani Begitu pula dari kacamata kesehatan, asupan makanan yang memenuhi gizi seimbang (sehat) sangat penting bagi kesehatan tubuh. Adapun dari segi ruhani, makanan yang thayyib mempunyai andil dalam menata “organ tubuh dalam” bagi manusia, hingga jiwanya pun menjadi baik, tunduk patuh kepada Rabbnya, menyukai kebaikan dan berlomba untuk meraihnya. Jadi ath-thoyyibat (makanan-makanan yang baik), ialah yang diperbolehkan oleh Allah, berupa makanan-makanan yang bermanfaat bagi jasmani, akal dan perilaku. Setiap yang bermanfaat itulah makanan yang thayyib. Adapun makanan-makanan yang berbahaya, itu semua termasuk khabis (buruk) [2].
Sisi ini,
benar-benar menjadi sandaran dalam menentukan masalah tahlil (penghalalan) dan
tahrim (pengharaman) dalam agama Islam yang hanif. Syaikh Shalih Al-Fauzan
menggariskan kaidah dalam masalah ini, yaitu :”Setiap barang yang suci yang
tidak mengandung madharat (bahaya) apapun, dari jenis biji-bijian, buah-buahan,
(daging) binatang, itu halal. Dan setiap benda yang najis, seperti bangkai,
darah atau barang yang tercemar najis, dan setiap yang mengandung madharat,
semisal racun dan sesuatu yang serupa dengannya, hukumnya haram” [3]
ORIENTASI UMUM HUKUM-HUKUM ISLAM (MAQASHIDUSY SYARI’AH)
Tidak diragukan lagi, jika syari’at Islam yang lurus, misinya ialah
mendatangkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, serta menampik seluruh kejelekan
dan menekannya sekecil mungkin. Dalam Islam, ini merupakan prinsip yang
penting, Ibnu Taimiyah rahimahullah acap kali menyatakan, bahwa syari’at
(Islam) datang untuk menyuguhkan seluruh kemaslahatan dan melengkapinya, dan
menghentikan seluruh kerusakan dan memperkecilnya [4]. Sehingga, segala hal
yang baik, atau kebaikannya rajihah (dominan), maka syari’at memerintahkannya.
Adapun sebuah perkara yang benar-benar jelas keburukannya, atau keburukannya
rajihah (lebih kuat), maka syari’at akan melarangnya. [5]
Termasuk kaidah dan prinsip umum di atas, yaitu kaidah yang berbunyi : La
dharara wala dhirar (tidak boleh menciptakan bahaya bagi diri sendiri dan
membahayakan orang lain), adh-dhararu yuzal (bahaya harus dihilangkan).
BETULKAH ROKOK BARANG YANG BURUK?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, secara jelas dapat kita lihat, dalam
setiap kemasan dan tayangan iklan produk rokok, baik di media cetak maupun
elektronik, selalu tertera pesan berupa peringatan yang baik, yaitu ; merokok
dapat mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan
dan janin. Sehingga tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa rokok memang mengandung
banyak bahan kimia yang membahayakan bagi manusia.
Ironisnya , “pesan atau peringatan baik” ini hanya sekedar pesan yang
bersifat simbolis semata, bahkan sangat tidak efektif. Keberadaan pesan
tersebut sama saja antara ada dan tidak adanya. Padahal telah diakui oleh para
ahli, banyak bahaya yang ditimbulkan oleh sebatang rokok.
BAGAIMANA PULA DENGAN SYARIAT ISLAM?
Islam sangat menghormati jiwa. Karena itu, jika dalam kondisi yang
benar-benar darurat, kita diharuskan makan meskipun barang tersebut haram.
Begitu pula Islam melarang bunuh diri, dan lain sebagainya. Islam juga sangat
menghargai akal manusia. Oleh sebab itu, Islam melarang benda-benda yang dapat
menghilangkan kesadaran, baik yang hissi (benda padat semacam minuman keras,
misalnya) atau bersifat maknawi, semacam judi, musik dan menyaksikan
obyek-obyek yang diharamkan. Dan Islam juga benar-benar memperhatikan kesucian dan
keselamatan an-nasl (keturunan). Maka, dianjurkan untuk menikah, persaksian
dalam pernikahan, perhatian kepada anak-anak, melarang pernikahan dengan wanita
pezina, larangan ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan), dan
sebagainya. [6]
Coba kita membandingkan nilai-nilai luhur dalam Islam ini, yang masuk dalam bingkai pemeliharaan dharuriyyatul-khams (lima perkara primer) dengan pesan atau peringatan yang melekat dalam setiap kemasan bungkus rokok. Hasinya, sangat bertentangan. Apalagi jika menghitung banyaknya uang yang dibelanjakan untuk membeli rokok, maka semakin jelas kebiasaan merokok sangat berseberangan dengan spirit pemeliharaan harta dalam Islam (hifzul mal).
Coba kita membandingkan nilai-nilai luhur dalam Islam ini, yang masuk dalam bingkai pemeliharaan dharuriyyatul-khams (lima perkara primer) dengan pesan atau peringatan yang melekat dalam setiap kemasan bungkus rokok. Hasinya, sangat bertentangan. Apalagi jika menghitung banyaknya uang yang dibelanjakan untuk membeli rokok, maka semakin jelas kebiasaan merokok sangat berseberangan dengan spirit pemeliharaan harta dalam Islam (hifzul mal).
BAWANG ATAUKAH ROKOK YANG MENYISAKAN BAU LEBIH BUSUK PADA MULUT ORANG?
Menyoal kegunaan bawang, setiap orang sudah mengetahui, hingga kelezatan
kebanyakan makanan tidak lepas dari rempah-rempah ini. Akan tetapi harus
dimengerti, yakni bagi orang yang mengkonsumsinya dalam keadaan mentah, ia
tidak boleh masuk dan menghadiri shalat berjama’ah di masjid, sampai bau
menyengat bawang dari mulutnya hilang.
Dari sahabat Ibnu Umar, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari penaklukan Khaibar.
Dari sahabat Ibnu Umar, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari penaklukan Khaibar.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ يَعْنِي
الثُّومَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا » [ أخرجه البخاري ومسلم ]
“Baragsiapa yang makan dari pohon ini –yaitu bawang putih- janganlah ia mendekati masjid kami”.[7]
Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلاً فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ » [ أخرجه مسلم ]
“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, hendaknya
ia menjauhi kami (atau berkata), hendaknya ia menjauhi masjid kami dan duduk
saja di rumahnya”
Dalam riwayat lain :
Dalam riwayat lain :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ اَلْخَبِيْثَةَ و قَالَ مَرَّةً مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ » [ أخرجه مسلم ]
“Barangsiapa yang makan dari tanaman yang busuk ini : beliau (juga)
pernah mengatakan barangsiapa makan bawang merah, bawang putih dan bawang
bakung, hendaknya ia jangan mendekati masjid kami. Sebab malaikat terganggu
dengan barang yang manusia terganggu dengannya” [8]
Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman menyimpulkan, dalam hadits-hadits
ini terdapat keterangan dibencinya makan bawang merah dan bawang putih ketika
akan mendatangi masjid. Hal ini, karena Islam merupakan agama yang peduli
dengan perasaan orang lain, menganjurkan bau yang normal dan moral yang baik.
Tergolong dalam hukum ini juga, yaitu bawang putih, bawang merah dan jenis
bawang bakung, serta setiap makanan yang mengandung bau tidak enak dan jenis
lainnya.
Beliau menambahkan : Hukum –dalam masalah ini- di pelataran masjid dan
tempat yang berada di dekatnya sama. Karena itu, Umar Radhiyallahu ‘anhu
berkata dalam khutbahnya : “Kemudian kalian, wahai orang-orang yang makan dari
dua tanaman ini. Aku tidaklah mengangapnya, kecuali khabits (buruk), (yaitu)
bawang merah dan bawang putih ini. Aku pernah melihat Rasulullah, bila beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpainya baunya dari seseorang di dalam
masjid, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkannya sampai Baqi.
Barangsiapa memakannya hendaknya mematikan baunya dengan dimasak (dahulu)” [9]
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, setiap orang yang pada dirinya terdapat bau tidak enak, membuat orang lain terganggu, harus dikeluarkan dari masjid, meski harus dengan menyeret tangan dan kakinya, bukan dengan menarik jenggot dan rambutnya. Demikian yang termuat dalam (kitab) Majalis Al-Abrar. [10]
Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, setiap orang yang pada dirinya terdapat bau tidak enak, membuat orang lain terganggu, harus dikeluarkan dari masjid, meski harus dengan menyeret tangan dan kakinya, bukan dengan menarik jenggot dan rambutnya. Demikian yang termuat dalam (kitab) Majalis Al-Abrar. [10]
Imam An-Nawawi rahimahullah memasukkan hadits-hadits tersebut di atas
dalam judul “Bab larangan bagi orang yang makan bawang putih dan bawang merah,
atau bawang bakung dan makanan sejenis yang mempunyai bau tidak sedap dari
mendatangi masjid, sampai baunya hilang dan dikeluarkan dari dalam masjid”.
Begitu pulalah yang terjadi dengan orang yang merokok. Kebiasan
menghisap rokok telah menyisakan bekas bau busuk. Sehingga keberadaaan orang
tersebut di tempat mulia, seperti rumah-rumah Allah dihalangi untuk sementara.
Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman menyamakan hukumnya dengan hukum memakan
bawang mentah. Disebabkan, terdapat kesamaan pada keduanya. Yaitu bau tidak
enak yang menyengat.
Beliau berkata, “Faktor penyebab larangan menghadiri shalat jama’ah (bagi orang yang memakan bawang mentah) adalah bau yang busuk, sebagaimana tertuang pada sebagian hadits, dan terganggunya malaikat oleh apa saja yang mengganggu anak Adam, sperti terkandung dalam beberapa hadits, maka sesungguhnya, hukum rokok pun diikutsertakan dengan bawang merah dan dan bawang putih. Bahkan rokok, baunya lebih menusuk” [11]
Beliau berkata, “Faktor penyebab larangan menghadiri shalat jama’ah (bagi orang yang memakan bawang mentah) adalah bau yang busuk, sebagaimana tertuang pada sebagian hadits, dan terganggunya malaikat oleh apa saja yang mengganggu anak Adam, sperti terkandung dalam beberapa hadits, maka sesungguhnya, hukum rokok pun diikutsertakan dengan bawang merah dan dan bawang putih. Bahkan rokok, baunya lebih menusuk” [11]
Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata : “Hadits ini dan hadits shahih
lainnya yang semakna, menujukkan dibencinya (makruh) seorang muslim mendatangi
shalat jama’ah, selama bau busuk masih kentara pada dirinya. Baik, karena usai
makan bawang merah atau putih, atau makanan yang berbau tajam lainnya. Seperti
juga rokok , sampai baunya sirna. Selain rokok mengandung bau yang busuk,
hukumnya (juga) diharamkan, (yakni dengan) menilik banyaknya bahaya yang
terkandung di dalamnya, dan keburukannya yang sudah diketahui. Rokok masuk
dalam konteks firman Allah.
قال الله تعالى : ﴿ وَيُحِلُّ لَهُمُ
الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ ﴾ [ سورة الأعراف: 157 ]
"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk” [Al-A’raf : 157]
Dalam ayat lain:
Dalam ayat lain:
قال الله تعالى : ﴿ يَسْئَلُونَكَ
مَاذَآأُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ﴾ [ سورة المائدة : 4 ]
"Mereka menanyakan kepadamu : “Apakah yang dihalalkan bagi
mereka”. Katakanlah : Dihalalkan bagimu yang baik-baik” [Al-Maidah : 4]
Dan sudah diketahui, rokok bukan termasuk
barang yang baik. Oleh karenanya, dapat dimengerti kalau rokok termasuk barang
haram bagi umat ini” [12]
Kandungan surat Al-A’raf ayat 157 ini sudah
cukup untuk menunjukkan kepada orang-orang yang berakal mengenai haramnya
rokok. Ayat tersebut hanya membagi makanan dan minuman ke dalam dua jenis saja
: tidak ada jenis yang ketiga. Makanan yang baik-baik diperbolehkan, dan
makanan yang buruk diharamkan. Sekarang ini, siapakah yang berani mengatakan
jika rokok itu baik dengan mempertimbangkan baunya, harta yang habis untuk
membelinya, serta bahaya-bahaya fisik ataupun ekonomi yang muncul darinya?”
[13]
Dalam Tanbihatun Ala Ba’dhil Akhtha ‘Allati
Yaf’alluha Ba’dhul Mushallin. Syaikh Abdullah bin Al-Jibrin berkata : “Terhadap
pemakaian sesuatu yang menyebabkan bau busuk lagi dibenci oleh penciuman
manusia, seperti rokok, syisyah (merokok dengan cerobong panjang yang dijumpai
di wilayah Arab) yang lebih buruk dari bawang merah dan bawang putih, yang
menyebabkan para malaikat dan para jama’ah terganggu, maka kewajiban para
jama’ah shalat, agar datang (ke masjid) dengan aroma yang enak, jauh dari
hal-hal yang buruk”.
TERAPI MELEPASKAN DIRI DARI ROKOK
Dalam kitab Min Adhrari-Muskirati wal
Mukhaddirat, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, memberikan
kiat bagi para pecandu rokok, agar terlepas dari kebiasaan buruk ini. [14]
Syaikh memberikan terapi sebagai
berikut :
- Ketahuilah berdasarkan
konsesus para dokter, merokok merupakan salah satu cara penganiayaan anda
kepada tubuh anda yang indah.
- Kenalilah bahaya-bahaya
merokok ditinjau dari kesehatan, sosial dan ekonomi, dan sadarilah,
Mulailah memikirkan untuk meninggalkannya, dan bulatkan tekad disertai tawakal
kepada Allah.
- Buatlah satu daftar harian
tentang keburukan-keburukan rokok terhadap diri anda dan kawan-kawan anda.
- Jauhilah sebisa mungkin
bergaul dengan para perokok dan dari bau rokok. Usahakan hidup dalam
suasana udara yang segar dan sibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat.
- Gunakan siwak atau benda
untuk menggosok gigi, atau dengan lainnya, jika anda merasakan keinginan
kepada rokok.
- Konsumsilah segelas juice
lemon, anggur dan jeruk. Karena bisa mengeliminasi hasrat merokok.
- Merokok juga merupakan
kebiasaan yang bisa berubah. Artinya, meninggalkan rokok bukan perkara
mustahil.
- Bila anda ingin membeli atau
mengkonsumsinya, pikirkanlah, apakah ia halal ataukah haram? Apakah
bermanfaat ataukah mengandung bahaya? Apakah termasuk barang yang baik ataukah
keji? Maka anda akan menjumpai jawaban, bahwa rokok itu haram, berbahaya
dan barang yang keji.
- Kalau anda ragu-ragu untuk
meninggalkan rokok, sungguh telah banyak orang yang telah berhasil
memutuskan untuk tidak merokok. Artinya, putus hubungan dengan rokok bukan
kejadian mustahil.
- Anda harus menyadari bahwa
rokok sulit untuk dikatakan bukan barang haram, karena melihat dampak
buruknya bagi perokok aktif maupun pasif.
- Memohon pertolongan kepada
Allah agar memudahkan bebas dari jeratan rokok.
ENGKAU TELAH MENYAKITI KAMI DENGAN ASAP ROKOK
Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman mengatakan,
bahwa kebiasaan merokok termasuk dapat merusak kehormatan, dikarenakan hukumnya
haram. Binatang-binatang pun tidak menyukainya. Bau busuknya telah mengganggu
banyak manusia, dan malaikat terganggu dengan sesuatu yang mengganggu manusia.
Terlebih lagi jika memperhatikan bahaya-bahaya yang tidak terhitung jumlahnya.
Rokok tidak dikonsumsi, kecuali memperlihatkan gambaran yang buruk menurut
pandangan para ulama (rabbani). Akan tetapi, orang-orang kebanyakan begitu
terjerat olehnya. Sampai ada yang berbuka puasa dengan menghisap rokok terlebih
dahulu, atau untuk memulai makan atau minum. La haula wala quwwata illa billah.
[15]
Sehingga, bila masih saja ada seseorang yang
membela diri dengan tetap berbuat buruk, misalnya merokok, itu menandakan pada
orang tersebut ada sesuatu yang rusak. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: “ Seseorang yang sudah rusak jiwanya, atau keseimbangan dirinya, ia
akan menyukai dan menikmati perkara-perkara yang membahayakan dirinya. Bahkan
ia begitu merindukannya sampai merusak akal, agama, akhlak, jasmani dan
hartanya”[16]
Kesimpulan yang bisa didapatkan berdasarkan
kaidah-kaidah universal yang menjadi spirit agama Islam, disertai beberapa
keterangan ulama rabbani, maka kita mengetahui, rokok bukan termasuk
barang-barang yang pantas dinikmati oleh seorang muslim. Ini mengingat,
besarnya bahaya yang timbul dari rokok. Apalagi bila disulut oleh sekian banyak
orang secara rutin, maka semakin meyakinkan bahwa tidak ada pilihan lain. Jika
rokok harus ditinggalkan. Gangguan kesehatan pada perokok aktif dan pasif,
gangguan sosial dan ekonomi sudah tidak terelakkan, dan semakin menguatkan
pandangan, bila rokok hanya akan membuat hidup lebih redup. Sehingga bila masih
diperdebatkan boleh atau tidak untuk mengkonsumsinya, akan memporak-porandakan
kaidah umum yang melekat pada syari’at Islam, yang menjungjung tinggi dalam
melindungi jiwa, harta, keturunan dan kemaslahatan umum.
Rumah yang baik adalah rumah yang tidak
terdapat korek penyulut rokok ataupun asbak. Baik barang itu berasal dari yang
promosi gratisan atau lainnya. Sepertinya perlu menempelkan peringatan tentang
larangan merokok di rumah masing-masing, sebagai sarana untuk mengingatkan
orang-orang yang hendak merokok dengan cara yang baik, sehingga
mengurungkannya.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016].
_______
Footnote[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016].
_______
[1]. Taisir Karimir Rahman hal. 553 Muassasah Risalah I Th.1423H – 2002M
[2]. Al-Athimah, Dr Shalih Al-Fauzan, Maktabah Al-Ma’arif, Cetakan II, Tahun 1419H – 1999M, halaman 18.
[3]. Al-Athimah, Dr Shalih Al-Fauzan, halaman 28
[4]. Majmu Fatawa (1/265) dinukil dari Maqashidusy Syari’ah Inda Ibni Taimiyah, Dr Yusuf Ahmad Muhammad Al-Badawi, cetakan I Tahun 1421H – 2000M
[5]. Maqashidusy Syari’ah Inda Ibni Taimiyah, halaman 287
[6]. Maqashidusy Syari’ah Inda Ibni Taimiyah, halaman 461-479
[7]. HR Al-Bukhari no. 853, 4215, 4217, 4218, 5521, 5522 dan Muslim no. 561
[8]. HR Muslim no. 564
[9]. HR Muslim no. 567
[10]. Fatwa Fi Hukmid Dukhan, dinukil dari Al-Qaulul Mubin fi Akhta-il Mushallin, halaman 199
[11]. Al-Qaulul Mubin, Masyhur Hasan Alu Salman, halaman 199
[12]. Fatawa (1/82), dinukil dari Al-Qaulul Mubin, halaman 200
[13]. Akhthar Tuhaddidul Buyut, darul Wathan, Cetakan I Tahun 1411H, halaman 36-37.
[14]. Min adhraril Muskirati wal Mukhaddirat, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Penerbit Wizarah Dakhiliyyah KSA, Cetakan II, Tahun 1404H, halaman 53. Da’it-Tadkhin Wabda-il Hayah. Dr Ahmad bin Abdir Razzaq Bafarath dan Abdul Majid bin Abdul Karim Ad-Darwisy, halaman 22-23.
[15]. Al-Muru’ah wa Khawarimuha, Masyhur Hasan Alu Salman, Dar Ibni Affan, Cetakan I Tahun 1415H-1995M, halaman 118
[16]. Majmu Fatawa (19/34) dinukil dari Al-Maqashid, halaman 461
sumber ; www.islamhouse.com