Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak
ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu
bagi -Nya, dan aku
juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Tujuan
terpenting di turunkannya al-Qur'an yang mulia ini adalah supaya direnungi
makna serta diamalkan isi dan kandungannya, dan Allah azza wa jalla telah
menjelaskan hal tersebut melalui firman -Nya:
﴿ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ
٢٤ ﴾ [ محمد:
24]
"Maka apakah mereka
tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?". (QS
Muhammad: 24).
Dan diantara sekian banyak surat yang sering kita
dengar dan butuh lebih banyak lagi porsinya untuk kita tadaburi isinya serta
ketahui hukum serta faidah yang tersimpan didalamnya ialah surat at-Tiin. Yaitu
firman Allah ta'ala yang berbunyi:
﴿ وَٱلتِّينِ وَٱلزَّيۡتُونِ ١ وَطُورِ سِينِينَ ٢ وَهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٱلۡأَمِينِ
٣ لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤ ثُمَّ رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ
سَٰفِلِينَ ٥ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَلَهُمۡ أَجۡرٌ
غَيۡرُ مَمۡنُونٖ ٦ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعۡدُ بِٱلدِّينِ ٧ أَلَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَحۡكَمِ
ٱلۡحَٰكِمِينَ ٨ ﴾ [
التين: 1-8]
"Demi (buah) Tin dan (buah)
Zaitun, Dan demi bukit Sinai, Dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tidak ada
putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah
(adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang
seadil-adilnya?". (QS at-Tiin: 1-8).
Moment dianjurkan untuk membacanya:
Ada sebuah hadits yang
menjelaskan kedudukan surat ini dalam agama kita, yang disebutkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim dari Bara' bin Azib radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan,
"Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah dalam perjalanan safarnya lantas beliau membaca
pada sholat Isya didalam salah satu raka'atnya dengan at-Tiin wa Zaitun.
Dan aku belum pernah
mendengar bacaan seseorang yang lebih bagus dari suara beliau". HR Bukhari
no: 767, Muslim no: 464.
Tafsir Ringkas:
Surat ini dimulai dengan firman -Nya:
﴿ وَٱلتِّينِ وَٱلزَّيۡتُونِ ١ ﴾ [ التين: 1]
"Demi (buah) Tin dan (buah)
Zaitun". (QS at-Tiin: 1).
Berkata Ibnu Abbas dan al-Hasan serta Mujahid
serta ulama tafsir lainnya, "Yang dimaksud ialah buah tin yang biasa
kalian makan, serta buah zaitun yang biasa kalian ambil minyak darinya.
Sebagaimana hal itu didukung dengan firman Allah ta'ala dalam ayat lain, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
﴿وَشَجَرَةٗ تَخۡرُجُ مِن طُورِ سَيۡنَآءَ
تَنۢبُتُ بِٱلدُّهۡنِ وَصِبۡغٖ لِّلۡأٓكِلِينَ٢٠﴾ [المؤمنون: 20]
"Dan pohon kayu keluar
dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan
bagi orang-orang yang makan". (QS al-Mu'minuun: 20).[1]
Imam al-Qurthubi menjelaskan,
"Firman -Nya: "Dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun),
yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang
makan". Yang dimaksud ialah pohon zaitun, dan disendirikan dalam
penyebutannya disebabkan manfaat yang dimiliki oleh pohon tersebut, yang banyak
terdapat di negeri Syam dan Hijaz serta yang lainnya, dari negeri-negeri yang
sangat sedikit persediaan airnya, karena pohon ini tidak butuh perawatan untuk
terus disiram serta di airi sekelilingnya serta kebutuhan lainya yang biasa
diperlukan oleh kebanyakan pepohonan yang ada". [2]
Dan ada beberapa kalangan ahli
tafsir yang mengatakan, "Hanyalah Allah Shubhanahu wa ta’alla bersumpah dengan media pohon tin, dikarenakan
pohon tersebut yang digunakan daunya oleh nabi Adam untuk menutupi auratnya
ketika disurga, sebagaimana disinggung oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla melalui firman -Nya:
﴿ وَطَفِقَا يَخۡصِفَانِ عَلَيۡهِمَا مِن وَرَقِ ٱلۡجَنَّةِۖ ٢٢﴾ [
الأعراف: 22]
"Dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun surga". (QS al-A'raaf: 22).
Alasan kedua karena daun tin serta zaitun berasal dari pohon yang berkah, seperti dijelaskan dalam firman -Nya:
﴿ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ ٣٥ ﴾ [ النور: 35]
"Yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang ada berkahnya". (QS an-Nuur: 35).
Dan Zaitun ini bisa dibuat minyak dan sumbu
sebagaimana bisa digunakan untuk minyak lampu pelita yang mampu menimbulkan
sinarnya yang terang. Adapun pohonnya bisa digunakan sebagai kayu bakar,
sebagaimana juga zaitun ini mengandung banyak faidah dari sisi ilmu kedokteran,
disebutkan pula sisi kelebihan lainnya dari pohon zaitun ini bahwa daunya bisa dimakan mulai dari bagian atas maupun bawahnya, sedang
minyaknya tidak susah untuk dikeluarkannya cukup dengan sedikit diperas, bahkan saking mudahnya
setiap orang mampu mengambil
minyaknya, disamping itu salah satu khasiat yang dimilikinya yaitu mampu
mengobati luka luar maupun dalam.[3]
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
dalam sunannya dari sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كُلُوا
من الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ » [أخرجه
الترمذي]
"Gunakanlah minyaknya oleh kalian serta
jadikan sebagai bahan lampu, sesungguhnya (zaitun) termasuk dari pohon yang
berbarokah". HR at-Tirmidzi no: 1851. Dinyatakan shahih oleh al-Albani
dalam silsilah ash-Shahihah 2/724 no: 379.
Kemudian Allah ta'ala melanjutkan firman -Nya dalam surat tersebut:
﴿ وَطُورِ سِينِينَ ٢ ﴾ [
التين: 2]
"Dan demi bukit
Sinai". (QS at-Tiin: 2).
Bukit Sinai adalah sebuah gunung tempat dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla mengajak bicara pada utusannya Musa 'alaihi sallam. Dan -Dia menjadikan sebagai media untuk bersumpah, sebab
bukit tersebut berada dibumi Syam dan negeri suci yang telah Allah Shubhanahu wa ta’alla tegaskan sebagai negeri yang diberkahi. Sebagaimana secara jelas hal tersebut
diterangkan dalam firman -Nya:
﴿ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ ١ ﴾ [ الإسراء: 1]
"Maha suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba -Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya". (QS al-Israa': 1).
Selanjutnya Allah Shubhanahu wa
ta’alla mengatakan:
﴿ وَهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٱلۡأَمِينِ ٣ ﴾ [
التين: 3]
"Dan demi kota (Mekah) ini
yang aman". (QS at-Tiin: 3).
Yakni negeri Makah, sebagaimana
ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir, beliau menjelaskan, "Tidak ada
perselisihan dalam masalah ini. dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla bersumpah dengan Makah lantaran Makah adalah
negeri yang paling dicintai oleh -Nya, serta negeri yang paling mulia disisi -Nya".
Di sini Allah ta'ala
telah bersumpah dengan menggunakan empat media, yang pertama tin, zaitun, bukit
Sinai dan negeri yang aman.
Sebagian para ulama menjelaskan,
"Tiga tempat diantaranya merupakan tempat dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus utusan
dan rasul pada tiap tempatnya, dari para penghulu Rasul, para pembawa risalah
yang besar. Yang pertama, tempat tumbuh pohon tin dan zaitun, yaitu yang berada
di Baitul Maqdis, negeri dimana Allah Shubhanahu
wa ta’alla telah mengutus nabi -Nya Isa bin Maryam disana. Lalu yang kedua,
Bukit Sinai, disanalah tempat Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengajak bicara kepada Musa bin Imran, lantas yang ketiga, Makah
sebagai negeri yang aman, yang menjamin keamanan bagi siapa saja yan masuk ke
dalamnya, dan disanalah negeri diutusnya Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai rasul oleh Allah ta'ala.[4]
Kemudian Allah ta'ala meneruskan ayat -Nya:
﴿ لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤ ﴾ [
التين: 4]
"Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS at-Tiin: 4).
Ini merupakan jawaban dari
sumpah-sumpah diawal, dan yang dimaksud ialah bahwa Allah azza wa jalla telah
menciptakan manusia dalam bentuknya yang terbaik, rupa yang paling bagus,
bentuk tubuh yang lurus, serta anggota badan yang paling sempurna. Ibnul Arabi mengatakan, "Tidak ada
penciptaan Allah ta'ala yang paling sempurna melainkan bagi makhluk yang
bernama manusia. Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menciptakannya dalam keadaan bernyawa,
berilmu, mampu berbuat, punya keinginan, dapat berbicara, mampu mendengar serta
melihat, dan bisa mengurusi urusanya dan menghukumi".[5] Dan Allah ta'ala telah menjelaskan tahap
penciptaanya dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
﴿ إِنَّا خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ
مِن نُّطۡفَةٍ أَمۡشَاجٖ نَّبۡتَلِيهِ فَجَعَلۡنَٰهُ سَمِيعَۢا بَصِيرًا ٢﴾ [الإنسان: 2]
"Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat". (QS al-Insaan: 2).
Kemudian Allah Shubhanahu wa
ta’alla menjelaskan
lebih lanjut tentang makhluk -Nya yang satu
ini:
﴿ ثُمَّ رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ سَٰفِلِينَ ٥ ﴾ [
التين: 5]
"Kemudian Kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)". (QS at-Tiin: 5).
Yang dimaksud dengan tempat yang
rendah adalah neraka, seperti dijelaskan oleh al-Hafidh Ibnu Katsir,
"Kemudian setelah pujian serta pemberitahuan yang bagus ini Allah Shubhanahu wa ta’alla mengabarkan
perjalanan akhir baginya yakni neraka apabila dirinya enggan mentaati Allah Shubhanahu wa ta’alla serta mengikuti
Rasul -Nya, oleh karena itu Allah ta'ala berfirman:
﴿ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ﴾ [
التين: 6]
"Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh". (QS at-Tiin: 6).
Jika keadaannya demikian dirinya tidak mungkin
digiring ke tempat yang paling rendah yakni nereka". [6]
Adapun setelah itu Allah ta'ala menjelaskan:
﴿ فَلَهُمۡ أَجۡرٌ غَيۡرُ مَمۡنُونٖ ٦ ﴾ [
التين: 6]
"Maka bagi mereka pahala yang
tidak ada putusnya". (QS at-Tiin: 6).
Maksudnya tidak akan dikurangi dan tidak akan
terputus.
Kemudian Allah Shubhanahu wa
ta’alla menerangkan
bagi orang yang mendustakan hari pembalasan:
﴿ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعۡدُ بِٱلدِّينِ ٧ ﴾ [
التين: 7]
"Maka apakah yang
menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu.". (QS at-Tiin: 7).
Maksudnya apa penyebabnya wahai
manusia yang menjadikan dirimu setelah penjelasan ini tidak mau mempercayai
hari pembalasan, sungguh dirimu telah mengetahui tahapan penciptaan pertama
kalinya, lalu engkau juga memahami bahwa Dzat yang mampu menciptakan yang belum
ada maka Dirinya lebih mampu lagi untuk mengembalikan seperti sedia kala,
lantas apa yang menjadikan dirimu mendustakan hari pembalasan sedang engkau
telah paham tentang ini.
Lalu Allah Shubhanahu wa
ta’alla menutup
surat ini dengan menjelaskan kekuasaan -Nya
dalam bentuk pertanyaan:
﴿ أَلَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَحۡكَمِ ٱلۡحَٰكِمِينَ ٨ ﴾ [ التين: 8]
"Bukankah Allah hakim yang
seadil-adilnya?". (QS at-Tiin: 8).
Yakni adapun Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah Maha
menghukumi yang sangat adil yang tidak ada kedaliman pada seorangpun tidak pula
berbuat lalim. Dan diantara bentuk keadilan yang dimiliki -Nya ialah menjadikan
hari kiamat sebagai bagian dari orang yang terdzalimi untuk menuntut balas bagi
orang yang pernah mendzaliminya ketika didunia. Allah azza wa jalla menjelaskan akan hal tersebut
dalam firman -Nya:
﴿ وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٰزِينَ ٱلۡقِسۡطَ لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ
نَفۡسٞ شَيۡٔٗاۖ وَإِن كَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا
بِهَاۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ ٤٧
﴾ [ الأنبياء: 47]
"Kami akan memasang
timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang
sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala) nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat
perhitungan". (QS al-Anbiyaa': 47).
Didalam sebuah hadits dijelaskan,
sebagaimana dibawakan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ »
[أخرجه مسلم]
"Sungguh benar-benar hak itu akan ditunaikan
kepada ahlinya kelak pada hari kiamat, sampai-sampai (kedzaliman)
yang dilakukan oleh kambing yang bertanduk pada kambing yang tak bertanduk". HR Muslim no: 2582.
Ya Allah, jadikanlah al-Qur'an yang mulia ini
sebagai penyejuk hati kami, cahaya jiwa kami, penawar kesedihan, pengobat
kegundahan serta kegelisahan kami, jadikan al-Qur'an sebagai penuntun serta
penerang jalan kami menuju surge -Mu, negeri
penuh kenikmatan. Dan berilah kenikmatan dalam membacanya siang dan malam seperti
yang Engkau ridhoi.
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga
Allah Shubhanahu wa
ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[1] . al-Jami li Ahkamil Qur'an 22/363.
[2] . al-Jami li Ahkamil Qur'an 15/27.
[3] . Tafsir al-Baghawi 2/47. Zaadul Masiir karya Ibnu
Jauzi 6/43. dan Tabaruk Anfa'uhu wa Ahkamuhu hal: 188.
[4] . Tafsir Ibnu Katsir 13/395.
[5] . Tafsir al-Qurthubi 22/368-369.
[6] . Tafsir Ibnu Katsir 14/395.